Minggu, 15 April 2012

SYAIKH AL-ALBANI


Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin bin al-Haj Nuh al-Albani (lahir di Shkoder, Albania; 1914 / 1333 H – meninggal di Yordania; 1 Oktober 1999 / 21 Jumadil Akhir 1420 H; umur 84–85 tahun) adalah salah seorang ulama Islam di era modern yang dikenal sebagai ahli hadits. Ia dibesarkan di tengah keluarga yang tak berpunya lantaran ketekunan dan keseriusan mereka terhadap ilmu, khususnya ilmu agama dan ahli ilmu (ulama).[1] Ayah al-Albani, yaitu al-Haj Nuh, adalah lulusan lembaga pendidikan ilmu-ilmu syariat di ibu kota negara Turki Usmani (yang kini menjadi Istanbul). Ia wafat malam Sabtu, 21 Jumada Tsaniyah 1420 H, atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999.

Pendidikan
Ketika Raja Ahmet Zogu naik tahta di Albania dan mengubah sistem pemerintahan menjadi pemerintah sekuler, Syeikh Nuh amat mengkhawatirkan dirinya dan diri keluarganya. Akhirnya, ia memutuskan untuk berhijrah ke Syam (Suriah, Yordania dan Lebanon sekarang). Ia sekeluarga pun menuju Damaskus.
Setiba di Damaskus, Syeikh al-Albani kecil mulai aktif mempelajari Bahasa Arab. Ia masuk madrasah yang dikelola Jum'iyah al-Is'af al-Khairiyah hingga kelas terakhir tingkat Ibtida'iyah. Selanjutnya, ia meneruskan belajarnya langsung kepada para syeikh ulama. Ia mempelajari al-Qur'an dari ayahnya sampai selesai, selain mempelajari pula sebagian fiqih madzhab, yakni madzhab Hanafi, dari ayahnya.
Syeikh al-Albani juga mempelajari ketrampilan memperbaiki jam dari ayahnya sampai mahir betul, sehingga ia menjadi seorang ahli yang mahsyur. Ketrampilan ini kemudian menjadi salah satu mata pencariannya.
Pada umur dua puluh tahun, al-Albani mulai mengonsentrasikan diri pada ilmu hadits lantaran terkesan dengan pembahasan-pembahasan yang ada dalam majalah al-Manar, sebuah majalah yang diterbitkan oleh Syeikh Muhammad Rasyid Ridha. Kegiatan pertama di bidang ini ialah menyalin sebuah kitab berjudul al-Mughni 'an Hamli al-Asfar fi Takhrij ma fi al-Ishabah min al-Akhbar, sebuah kitab karya al-Iraqi, berupa takhrij terhadap hadits-hadits yang terdapat pada Ihya' Ulumuddin karangan Imam Al-Ghazali. Kegiatan Syeikh Al-Albani dalam bidang hadits ini ditentang oleh ayahnya yang berkomentar, "Sesungguhnya ilmu hadits adalah pekerjaan orang-orang pailit."
Namun, Syeikh al-Albani justru semakin menekuni dunia hadits. Pada perkembangan berikutnya, Syeikh al-Albani tidak memiliki cukup uang untuk membeli kitab. Karenanya, ia memanfaatkan Perpustakaan azh-Zhahiriyah di sana (Damaskus), di samping juga meminjam buku dari beberapa perpustakaan khusus. Karena sibuknya, ia sampai-sampai menutup kios reparasi jamnya. Ia tidak pernah beristirahat menelaah kitab-kitab hadits, kecuali jika waktu salat tiba.
Akhirnya, kepala kantor perpustakaan memberikan sebuah ruangan khusus di perpustakaan untuknya. Bahkan kemudian ia diberi wewenang untuk membawa kunci perpustakaan. Dengan demikian, ia menjadi leluasa dan terbiasa datang sebelum pengunjung lain datang. Begitu pula, ketika orang lain pulang pada waktu salat dhuhur, ia justru pulang setelah salat isya. Hal ini dijalaninya sampai bertahun-tahun.
Cobaan di penjara
Syeikh al-Albani pernah dipenjara dua kali. Kali pertama selama satu bulan dan kali kedua selama enam bulan. Itu tidak lain karena gigihnya ia mendakwahkan sunnah, memurnikan ajaran agama Islam, dan memerangi bid'ah, sehingga orang-orang yang tidak menyukainya dan bahkan menebarkan fitnah.
Beberapa tugas yang pernah diemban
Syeikh al-Albani pernah mengajar di Jami'ah Islamiyah (Universitas Islam Madinah) selama tiga tahun, sejak tahun 1381-1383 H, mengajar tentang hadits dan ilmu-ilmu hadits. Setelah itu, ia pindah ke Yordania. Pada tahun 1388 H, Departemen Pendidikan meminta Syeikh al-Albani menjadi ketua jurusan Dirasah Islamiyah pada Fakultas Pasca Sarjana di sebuah perguruan tinggi di kerajaan Yordania. Tetapi, situasi dan kondisi saat itu tidak memungkinkannya memenuhi permintaan itu. Pada tahun 1395 H hingga 1398 H, ia kembali ke Madinah untuk bertugas sebagai anggota Majelis Tinggi Jam'iyah Islamiyah di sana. Ia mendapat penghargaan tertinggi dari kerajaan Arab Saudi berupa King Faisal Foundation tanggal 14 Dzulkaidah 1419 H (1999 M).
Karya
Karya Syeikh al-Albani amat banyak, di antaranya ada yang sudah dicetak, ada yang masih berupa naskah, dan ada yang hilang. Semua berjumlah 218 judul.
Perjalanan menuntut ilmu
Saat berkuasa raja Albania yaitu Ahmad zugu, yang mengadakan perombakan total sendi-sendi kehidupan masyarakat. Maka makin marak gelombang pengungsian orang-orang yang ingin menyelamatkan keluarganya, termasuk Keluarga Haji Nuh yang mengungsi dari Albania ke Syiria.
Di kota damaskus mulailah Al-Albani kecil menunutut ilmu bahasa arab di madrasah Jum’iyyah Al-Is’aaf Al-Khairi. Disana ia menyelesaikan pendidikan dasar pertama. Kemudian ia melanjutkan studi intensif kepada para masyaaikh. Ia menimba ilmu Al-Qur’an, tilawah, tajwid dan sekilas tentang fikih Hanafi kepada ayahnya dan menamatkan beberapa buku sharaf. Lalu ia mempelajari buku Maraaqi Al-falaah, beberapa buku hadits dan ilmu balaghah dari Syaikh Sa’id Al-Burhaani.
Awal mula ia melakukan penelitian ilmiah yaitu ketika ia menyelidiki masalah tentang larangan mengerjakan salat di masjid yang dibangun di lingkungan kuburan para nabi dan wali. Namun hasil penelitiannya tidak diakui oleh gurunya yaitu Syaikh Al-Buurhaani sehingga ia merasa terpukul dan malah semakin larut untuk membahas permasalahan tersebut dengan menyandarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan itulah asal-usul lahirnya kitabnya yang diberi judul “Tahdziirus Saajid min Ittikhaadzil Qubuuril Massajid”
Al-Albani muda pada suatu hari melihat sebuah majalah Al-Manar di toko buku dan tertarik dengan tajuk tulisan yang ditulis oleh Sayyid Rasyid Ridha tentang buku Al-‘Ihya karangan Al-Ghazzali yang berisi sisi baik dan kesalahan buku tersebut. Ia mengikuti seluruh pembahasan ‘Ihyaa’ Uluumuddin hingga dari buku aslinya dan takhrij Al-Hafizh Al-Iraaqi, tanpa terasa dalam usahanya mengikuti pembahasan ini ia harus menelaah buku-buku bahasa Arab, Balaghah dan Gharib Hadits agar dapat memahami nash-nash yang dibaca disamping melakukan takhrij. Saat itulah awalnya ia berkonsentrasi memperdalam ilmu hadits. Walaupun ayahnya selalu memperingatkan seraya berkata: “Ilmu hadits adalah pekerjaan orang-orang pailit.”
Syaikh Al-Albani menuturkan bahwa nikmat yang terbesar dari Allah untuk dirinya ada dua: perpindahan keluarganya ke Syiria dan keahlian mereparasi jam yang diajari ayahnya. Nikmat pertama menyebabkan ia mudah mempelajari bahasa Arab, karena untuk memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah harus menguasai bahasa Arab. Sedangkan nikmat kedua, dengan profesi ini selain dapat menghidupi keluarganya juga memberikan waktu lebih baginya untuk menunutut ilmu. Ia hanya bekerja selama 3 jam setiap hari kecuali hari selasa dan jum’at. Baginya itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Saat mendalami ilmu ini ia tidak sanggup membeli buku-buku yang dibutuhkan, sehingga ia sering mengunjungi perpustakaan Azh-Zhahiriyyah sehingga disitu ia mendapatkan buku-buku yang tidak mampu ia beli. Ia juga menjalin hubungan dengan pemilik toko buku terbesar di Damaskus sehingga memudahkannya untuk meminjam buku-buku yang diperlukan. Saat ada orang yang mau membelinya baru buku tersebut dikembalikan. Saking semangatnya dalam mendalami ilmu hadits hingga ia menutup bengkel reparasi jam, kemudian menyendiri di perpustakaan Azh-Zhahiriyyah selama 12 jam, menelaah, menta’liq (mengomentari), mentahqiq (memeriksa) kecuali saat tiba waktu salat. Dan ia seringkali hanya menyantap makan ringan selama di perpustakaan. Oleh karena itu, pihak perpustakaan memberinya ruang khusus, dengan referensi induk untuk kepentingan ilmiah yang ia lakukan. Ia datang pagi hari sebelum petugas perpustakaan datang. Dan biasanya para pegawai perpustakaan sudah pulang ke rumah tengah hari dan tidak kembali lagi, namun Syaikh Al-Albani tetap berada disana hingga waktu Isya’ tiba. Hal ini ia jalani selama bertahun-tahun.
Dalam menegakkan dakwah kepada manhaj Salafus Shalih Syaikh Al-Albani mengalami beberapa cobaan. Ia sering menghadapi penentangan yang keras dari ulama-ulama madzhab yang fanatik, guru-guru sufi dan kaum khurafat ahli bid’ah yang menjulukinya sebagai wahabi sesat. Namun banyak juga ulama-ulama dan kaum pelajar yang simpati terhadap dakwahnya sehingga dalam majelisnya selalu dipenuhi oleh para penuntut ilmu yang haus akan ilmu yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena ia termasuk pengibar panji tauhid. Seperti halnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah ia juga pernah mengalami pencekalan dalam penjara di karenakan hasad dan fitnah orang-orang yang menentangnya.
Syaikh Al-Albani rutin mengisi sejumlah jadwal kajian yang dihadiri para penuntut ilmu dan dosen-dosen untuk mebahas kitab-kitab. Berkat taufiq Allah kemudian kerja kerasnya muncullah karya-karya ilmiah dlam masalah hadits, fiqih, aqidah dan lainnya yang menunjukkan limpahan karunia ilmu yang dicurahkan Allah kepadanya berupa pemahaman yang benar. Ilmu yang banyak, penelitian yang spektakuler dalam ilmu hadits dan ilmu jarh wa ta’dil. Disamping metodologi ilmiahnya yang lurus, yang mendudukkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai hakim standar dalam menimbang segala sesuatu, dibimbing dengan pemahamn Salafus Shalih dan metode mereka dalam tafaqqud fid dien (mendalami agama) dan dalam istimbath hukum. Semua itu membuat ia menjadi tokoh yang memiliki reputasi yang baik dan sebagai rujukan alim ulama.
Oleh karena itu, pihak Al-jami’ah Al-Islamiyyah di Madinah Al-munawwarah memilihnya sebagai pengajar materi hadits, ilmu dan fiqih hadits di perguruan tinggi tersebut. Ia bertugas selama 3 tahun dari 1381 H sampai 1383 H. Pada tahun 1395 H sampai 1397 H pengurus Al-Jami’ah mengangkatnya sebagai salah satu anggota majelis tinggi Al-Jami’ah. Saat berada disana ia menjadi tokoh panutan dalam kesungguhan dan keikhlasan. Ketika jam istirahat tiba dimana dosen-dosen lain menimati hidangan teh dan kurma, ia lebih asyik duduk-duduk di pasir bersama murid-muridnya untuk member pelajaran tambahan. Hubungannya dengan murid adalah hubungan persahabatan, bukan hubungan guru-murid. Ia juga pernah diminta menteri penerangan Kerajaan Arab Saudi untuk menangani jurusan hadits di kuliah S2 di Al-Jami’ah Makkah Al-Mukarramah pada tahun 1388 H, namun karena beberapa hal keinginan tersebut tidak tercapai. Atas jasanya berkhidmat untuk As-Sunnah An-Nabawiyah, ia mendapatkan sebuah penghargaan dari kerajaan Arab Saudi berupa Piagam king Faisal pada tanggal 14 Dzulqa’idah 1419 H.Berikut adalah beberpa karya ilmiah Al-Allamah Syaikh Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin Al-Albani , yang ia tulis selama kurang lebih enam puluh tahun meliputi tulisan-tulisan, tahqiq-tahqiq, koreksi-koreksi, takhrij-takhrij:1. Adabuz Zifaaf fis Sunnah Muthaharrah – karangan2. Ahkaamul Janaaiz – karangan3. Irwaaul Ghalil fi Takhrij Ahaadits Manaaris Sabiil – karangan 8 jilid4. Tamaamul Minnah fi Ta’liq ‘Alaa Fiqh Sunnah – karangan5. Silsilah Ahaadits Ash-Shahihah wa syai-un min fiqiha wa fawaa-iduha6. Silsilah Ahaadits Adh-Dhaifah wal Maudhuu’ah wa Atsaaruha As-Sayyi’ fil Ummah7. Shifat salat Nabi shallahu’alaihi wasallam minat Takbiir ilat Taslim kaannaka taraaha 8. Shahih At-Targhib wat Tarhiib9. Dha’if At-Targhib wat Tarhiib10. Fitnatut Takfiir11. Jilbaab Al-Mar’atul muslimah12. Qishshshah Al-Masiih Ad-Dajjal wa Nuzuul Isa ‘alaihis sallam wa qatluhu iyyahu fi akhiriz Zaman
Dan masih banyak yang lainnya (Buku-buku diatas telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia). Selain itu ia juga memiliki kaset hasil rekaman ceramahnya, bantahan terhadap berbagai syubhat dan jawaban terhadap berbagai masalah yang bermanfaat.
Syaikh Al-Albani wafat pada waktu ashar hari sabtu tanggal 22 Jumadil Akhir, tahun 1420 H di yordania. Penyelenggaraan jenazahnya dilakukan menurut sunnah dan dihadiri ribuan penuntut ilmu, murid-muridnya, simpatisannya dan para pembela manhajnya. Jenazahnya dimakamkan di perkuburan sederhana di pinggir jalan sesuai yang ia harapkan. Ia juga berwasiat agar isi perpustakaannya, baik yang sudah dicetak, difotokopi atau masih tertulis dengan tulisannya atau tulisan selainnya agar diberikan kepada perpustakaan Al-jami’ah A-Islamiyah Al-Madinah Al-Munawwarah. Karena ia memiliki kenangan manis di sana dalam berdakwah kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah di atas manhaj Salafus Shalih, saat menjadi tenaga pengajar disana.
Perkataan ulama tentang Syaikh Al-Albani :
1. Syaikh Muhammad bin Ibrahim aalisy Syaikh berkata: “Ia adalah ulama ahli sunnah yang senantiasa membela Al-Haq dan menyerang ahli kebatilan.”
2. Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata: “Aku belum pernah melihat di kolong langit pada saat ini orang yang alim dalam ilmu hadits seperti Al-Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Albani.” Saat ditanya tentang hadits Rasulullah shallahu’alaihi wasallam, “Sesungguhnya Allah akan membangkitkan dari umat ini setiap awal seratus tahun seorang mujaddid yang akan mengembalikan kemurnian agama ini.” Ia ditanya siapakah mujaddid abad ini, ia menjawab, “Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, ialah mujaddid abad ini dalam pandanganku, wallahu’alam.”
3. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: “Ia adalah alim yang memilki ilmu yang sangat luas dalam bidang hadits baik dari sisi riwayat maupun dirayat, seorang ulama yang memilki penelitian yang dalam dan hujjah yang kuat.” 16.04.2012 http//SUFIDEMAK.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar